Kota Pasuruan, Swaralin.id – Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka menjadi bahan bedah tajam di Pendopo Kota Pasuruan. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Pasuruan Raya (BEMPAS) menggelar Dialog Publik bertajuk “Bedah Kebijakan Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran”, menghadirkan sederet narasumber lintas sektor untuk menyoroti jurang antara kebijakan pusat dan realitas di daerah.
Forum yang diinisiasi oleh kalangan mahasiswa ini tak sekadar seremonial akademik. Ia berubah menjadi ruang kritik intelektual yang menggugat efektivitas kebijakan nasional dalam menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Ketua Pelaksana kegiatan, Muhammad Qommaruddin, menegaskan bahwa forum tersebut digelar sebagai bentuk tanggung jawab moral mahasiswa untuk menilai arah pemerintahan secara objektif.
“Acara ini bukan sekadar ajang menilai, tapi ruang refleksi untuk melihat sejauh mana janji politik mampu diwujudkan dalam kebijakan nyata yang menyentuh rakyat,” ujarnya.
Ia menegaskan, mahasiswa tidak boleh kehilangan peran sebagai kontrol sosial. “Independensi dan objektivitas adalah jantung dari gerakan intelektual kampus,” katanya menohok.
Nada yang lebih tajam datang dari Koordinator Aliansi BEMPAS Raya, M. Ubaidillah Abdi. Ia menyebut forum ini lahir dari keprihatinan atas “benang putus” antara kebijakan nasional dan kebutuhan lokal.
“Mengapa kita memilih istilah ‘menjahit’? Karena seringkali ada keputusan di Senayan dan Istana, tapi rakyat di gang-gang sempit Pasuruan tak merasakan dampaknya,” kata Abdi.
Ia menyoroti paradoks pembangunan nasional proyek strategis bernilai triliunan di satu sisi, dan keluhan pungutan liar di dunia pendidikan lokal di sisi lain.
“Ini kontras yang tak bisa kita abaikan. Kita ingin kebijakan nasional itu mendarat, bukan melayang di atas kepala rakyat,” pungkasnya disambut tepuk tangan peserta.
Turut hadir Wali Kota Pasuruan, Adi Wibowo, yang menilai forum tersebut sebagai bentuk kontrol publik yang sehat. Ia mengakui, satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran kini memasuki tahap implementasi konkret, bukan lagi sekadar penyusunan visi dan misi.
“Fokus pemerintah sekarang adalah pergeseran dari pembangunan fisik ke pembangunan sumber daya manusia. Karena sehebat apa pun infrastruktur, yang menggerakkan tetaplah manusia,” ujar Adi, yang dikenal sebagai mantan aktivis pers mahasiswa.
Adi memaparkan sejumlah program nasional yang telah “mendarat” di Pasuruan, seperti Program Makan Siang Bergizi, yang sudah memiliki 7 dari 23 dapur umum aktif, serta Program Sekolah Rakyat untuk masyarakat miskin ekstrem.
Namun, ia juga melontarkan kritik balik kepada mahasiswa.
“Gerakan mahasiswa jangan hanya jadi menara gading. Coba tengok isu narkoba dan HIV/AIDS di Pasuruan, yang masih tinggi. Sudahkah itu menjadi fokus gerakan kita?” tantang Adi.
Ia menutup dengan seruan agar mahasiswa tak berhenti di tataran narasi, tetapi juga turun menjadi motor perubahan sosial. “Gerakan intelektual harus praksis, tidak berhenti di ruang diskusi,” tandasnya.
Diskusi ini kian berbobot dengan kehadiran narasumber lintas sektor :
Gus H. M. Nailurrochman, S.IP., M.Pd – Ketua PCNU Kota Pasuruan, yang menekankan pentingnya etika sosial dalam kebijakan publik.
Dr. Moch. Mubarok, M.IP. – Pengamat politik dari Unesa, yang mengupas tren centralized governance dalam pemerintahan Prabowo–Gibran.
Dr. Mochammad Taufiq, M.Pd. – Rektor Uniwara, yang menyoroti lemahnya literasi kebijakan publik di kalangan masyarakat bawah.
H.M. Rohani Siswanto, SE., MM. – Sekretaris Partai Gerindra, yang menegaskan bahwa pemerintahan hari ini sedang berada pada fase “pembumian visi besar” menuju Indonesia Emas 2045.
Dr. Mubarok, dalam analisisnya, menyebut bahwa pola komunikasi pemerintahan saat ini masih sangat tersentral di Jakarta.
“Kebijakan besar seperti kemandirian pangan atau digitalisasi layanan publik belum memiliki downstream policy yang jelas di daerah. Ini yang membuat jarak antara narasi nasional dan pengalaman lokal tetap lebar,” ujarnya.
Forum ini menunjukkan bahwa dinamika demokrasi tak hanya hidup di Jakarta, tetapi juga berdenyut kuat di daerah-daerah. Pasuruan, lewat BEMPAS Raya, menjadi contoh bahwa mahasiswa masih memegang bara idealisme untuk memastikan kebijakan negara berpihak pada rakyat.
Dalam konteks nasional, suara-suara seperti ini menjadi pengingat bahwa keberhasilan pemerintahan bukan hanya soal angka makroekonomi, tetapi juga sejauh mana kebijakan mampu “mendarat” di ruang-ruang kecil tempat rakyat hidup dan bergulat.
“Jika pusat sibuk menjahit visi, maka daerah harus memastikan benangnya tidak putus di tengah jalan.” (ach)
PASURUAN KOTA | SWARALIN.ID - Aksi penyampaian aspirasi oleh petani di Desa Sumber Anyar, Kecamatan…
PASURUAN KOTA | SWARALIN.ID – Menyikapi rencana aksi damai masyarakat terkait pembangunan instalasi militer TNI…
Pasuruan, Swaralin.id - Satuan Polisi Air (Sat Polair) Polres Pasuruan Kota membagikan sayur-mayur hasil panen…
Pasuruan, Swaralin.id - Gelombang kepedulian sosial kembali mengalir dari tubuh TNI AD. Dalam rangka Hari…
Pasuruan, Swaralin.id - Kepolisian Resor (Polres) Pasuruan menunjukkan komitmen nyata dalam penguatan pelayanan publik melalui…
Kota Pasuruan, Swaralin.id - Sebuah drone milik warga Pasuruan yang tengah digunakan untuk mengambil gambar…