PASURUAN, SWARALIN.ID – Suasana di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mendadak ricuh pada Rabu malam, setelah keluarga pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) mengamuk karena diduga tidak segera mendapat fasilitas drakbar atau kereta dorong untuk memindahkan jenazah dari ruang perawatan lantai dua.
Korban bernama Apriliani Weny, warga Desa Balunganyar, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama dua hari akibat penyakit DBD. Keluarga yang tengah berduka disebut meminta bantuan petugas rumah sakit untuk meminjam drakbar guna membawa jenazah menuju mobil ambulans di lantai dasar.
Namun, permintaan itu disebut tidak langsung direspons oleh petugas medis. Akibatnya, keluarga bersama warga setempat terpaksa menandu jenazah secara manual dari lantai dua hingga ke halaman rumah sakit.
Emosi keluarga pun memuncak. Sholeh, Kepala Desa Balunganyar yang juga kerabat korban, meluapkan kemarahan di ruang perawatan. Aksi tersebut terekam video dan beredar luas di media sosial, termasuk Facebook dan WhatsApp. Dalam video, tampak keluarga berteriak memprotes pelayanan rumah sakit yang dinilai tidak sigap.
“Kami hanya minta kereta dorong, bukan untuk dibawa pulang, tapi agar jenazah bisa dibawa turun dengan layak,” ujar Sholeh dengan nada tinggi dalam video yang viral tersebut.
Menanggapi kejadian itu, pihak RSUD Grati menyatakan bahwa insiden tersebut terjadi akibat miskomunikasi antara petugas dan keluarga pasien. Menurut pihak rumah sakit, petugas sempat mengira bahwa drakbar akan dipinjam keluar dari area rumah sakit, padahal keluarga hanya berniat menggunakannya untuk menurunkan jenazah ke lantai dasar.
“Kami menyesalkan terjadinya kesalahpahaman ini. Pihak rumah sakit akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelayanan dan komunikasi petugas di lapangan,” kata Deby Kardhian, Humas RSUD Grati, saat dikonfirmasi Kamis pagi.
Setelah kejadian itu, pihak RSUD Grati bersama keluarga korban telah bersepakat untuk tidak memperpanjang masalah dan menjadikannya pembelajaran agar komunikasi antara tenaga medis dan keluarga pasien dapat lebih baik ke depan.
Jenazah Apriliani Weny kemudian dibawa menggunakan ambulans desa ke rumah duka di Desa Balunganyar dan telah dimakamkan di tempat pemakaman umum setempat pada Kamis pagi.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh fasilitas kesehatan untuk meningkatkan respons cepat, empati, dan komunikasi humanis dalam pelayanan publik terutama di tengah situasi duka keluarga pasien. (ach)

















