PASURUAN, Swaralin.id – Polemik mewarnai pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025–2026 di Kabupaten Pasuruan. Seorang calon siswa yang tinggal hanya 150 meter dari SDN Karangsono, Kecamatan Wonorejo, ditolak pendaftarannya dengan alasan kuota telah penuh. Ironisnya, sejumlah siswa dari luar wilayah justru diterima, bukan melalui jalur afirmasi maupun perpindahan tugas orang tua.
Nurul Khiridah, warga Karangsono, mendaftarkan anaknya ke SDN Karangsono yang lokasinya sangat dekat dari tempat tinggal. Namun, pihak sekolah menolak dengan dalih kuota telah terpenuhi. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat terdapat penerimaan siswa dari luar daerah yang tidak memenuhi jalur prioritas.
Kasus ini menjadi sorotan karena dinilai mencederai prinsip dasar dalam penerimaan peserta didik, yaitu keadilan dan pemerataan akses pendidikan. Ketua Umum LSM Gerakan Pemuda Pemudi Pengamat Hukum (GP3H), Anjar Supriyanto, S.H., menilai ada potensi maladministrasi dan melanggar prinsip keadilan konstitusional, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UUD NRI 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kasus ini mencuat di SDN Karangsono, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan — sekolah dasar negeri yang berada di bawah wewenang Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan.
Peristiwa ini mulai ramai diperbincangkan publik dan media pada Senin, 10 Juni 2025, setelah muncul keluhan dari warga dan diliput sejumlah media lokal.
Dalam pandangan Anjar Supriyanto ketua umum LSM GP3H, seharusnya Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan bertanggung jawab. Lembaga ini dinilai lalai dalam melakukan pengawasan dan pelaksanaan sistem SPMB 2025 yaitu pengawasan terhadap system Domisili Radius, Domisili Sebaran dan Afirmasi Untuk penerimaan siswa baru.
“Dinas memiliki tanggung jawab hukum untuk menjamin keadilan dan keterbukaan proses. Bila ada unsur keberpihakan, maka harus ada sanksi administratif.” Tegas Anjar
Lanjut Anjar, ia mendesak kepada Dinas pendidikan untuk dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem Domisili Radius Atau Domisili sebaran, termasuk audit independen atas proses seleksi siswa di SDN Karangsono. Selain itu, Anjar juga menuntut pengawasan ketat agar praktik diskriminatif tidak menjadi pola yang berulang di sekolah-sekolah lain.
“Regulasi sudah sangat jelas. Yang kita butuhkan adalah pelaksanaan yang bersih, transparan, dan berkeadilan. Jangan sampai anak-anak yang seharusnya mendapat hak belajar justru dikesampingkan oleh sistem yang timpang,” pungkas Anjar. (kin/ach)