PASURUAN, SWARALIN.ID — Dentuman musik sound horeg mengguncang Desa Sekarmojo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, akhir pekan lalu. Bagi sebagian anak muda, acara itu jadi ajang pelepas penat sekaligus ekspresi kebersamaan. Namun, bagi sebagian warga lain, hiburan tersebut justru menimbulkan keresahan lantaran berlangsung hingga larut malam.
Di Sekarmojo, hiburan semacam ini bukan kali pertama digelar. Warga mengakui, beberapa kali kegiatan serupa pernah diadakan, baik dalam hajatan maupun acara pemuda desa.
“Sudah beberapa kali ada sound horeg, tapi biasanya cepat selesai. Nah yang kemarin sampai malam banget, jadi bikin warga protes,” ujar Sumarno, warga RT 3, Minggu (21/9/2025)
Persoalan waktu pelaksanaan menjadi titik kritik utama. Belum ada aturan jelas di tingkat desa maupun kecamatan mengenai batas jam hiburan. Aparat kepolisian dan Satpol PP juga belum turun tangan, karena gelaran itu masuk kategori acara warga.
“Kalau ada laporan resmi, biasanya kami tindaklanjuti. Tapi sejauh ini masih sebatas keluhan lisan,” kata seorang anggota Polsek Purwosari.
Fenomena sound horeg sendiri bukan hanya milik Sekarmojo. Di beberapa daerah Jawa Timur, seperti Probolinggo, Malang, hingga Sidoarjo, acara serupa juga kerap menuai polemik. Generasi muda menganggapnya bagian dari gaya hidup kekinian, sementara warga lain menilainya mengganggu ketertiban umum. Tak jarang, perselisihan antarkelompok warga pun muncul akibat perbedaan pandangan ini.
Tokoh masyarakat Desa Sekarmojo, Kiai Mustofa, mengingatkan agar hiburan tidak mengabaikan nilai ketertiban.
“Kami tidak melarang anak muda bersenang-senang. Tapi semua ada batasnya. Jangan sampai hiburan jadi mudarat bagi orang lain,” ujarnya.
Kepala Desa Sekarmojo, Suwito, menyadari situasi itu perlu penanganan khusus. Ia berjanji akan merumuskan aturan bersama perangkat desa dan karang taruna. “Kami akan cari solusi, misalnya pembatasan jam, atau lokasi hiburan dipindah agak jauh dari pemukiman. Yang penting anak muda tetap bisa berekspresi, tapi warga juga nyaman,” ucapnya.
Perdebatan soal sound horeg di Sekarmojo seakan menegaskan dilema yang sama di banyak desa Jawa Timur: mencari titik temu antara hak berekspresi dan kebutuhan ketenangan. Tanpa regulasi tegas, konflik serupa berpotensi berulang setiap kali dentuman musik kembali menggelegar. (kin/ach)