Pasuruan, Swaralin.id – Dalam rangka memeriahkan HUT ke-80 Republik Indonesia, Hari Jadi ke-1096 Kabupaten Pasuruan, serta Selamatan Desa Oro-Oro Ombo Kulon, masyarakat setempat menggelar Carnival 2025 dengan semarak dan penuh antusiasme, Minggu (12/10/2025).
Kegiatan ini menjadi simbol kebersamaan warga sekaligus panggung ekspresi bagi pelaku seni lokal untuk menampilkan kekayaan budaya daerah.
Kepala Desa Oro-Oro Ombo Kulon, Hariono, mengatakan bahwa carnival tahun ini menjadi cerminan semangat kerakyatan dan kebersamaan masyarakat yang terjalin erat.
“Kegiatan carnival tahun ini kami gelar bersama masyarakat untuk menunjukkan bahwa acara ini betul-betul mengusung nilai kerakyatan, kerukunan, dan kebersamaan. Selain itu, kami ingin agar UMKM di wilayah kami juga terwadahi dan mendapat ruang untuk mengais rezeki,” ujar Hariono kepada wartawan.
Ia menambahkan, carnival tahunan ini juga menjadi media pembelajaran bagi masyarakat untuk terus berinovasi dan menjaga nilai-nilai budaya lokal tanpa melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami hanya berusaha mengayomi masyarakat dan melaksanakan sesuai dengan aspirasi warga. Tahun ini terasa berbeda, lebih ramai dan lebih kreatif. Penilaian pun kami serahkan kepada dewan juri independen dari unsur pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata,” imbuhnya.
Menurut Hariono, penilaian peserta karnaval berfokus pada kreativitas, keindahan, kekompakan, etika budaya, dan kesesuaian dengan tema.
Sementara itu, Alvin, perwakilan dari Bidang Pemajuan Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan yang bertindak sebagai juri, menilai bahwa geliat seni di Pasuruan kini menunjukkan perkembangan positif dan mulai menemukan jati diri.
“Dari pengamatan saya di berbagai event, Pasuruan mulai menampakkan wajah baru dalam berkesenian. Setiap kecamatan bahkan dusun kini memiliki kesadaran tampil dan mengangkat nilai historis lokalnya masing-masing,” ungkap Alvin.
Menanggapi adanya kritik di media sosial mengenai penggunaan kostum yang dinilai tidak sesuai adat, Alvin menyebut hal itu sebagai bagian dari proses kreatif yang perlu disikapi dengan bijak.
“Seni itu kompleks. Kadang ada ketidaktepatan dalam interpretasi kostum, tapi hal itu wajar karena proses belajar. Mungkin para peserta belum pernah melihat langsung adat yang mereka adaptasi, namun mereka berusaha mencari pendekatan kreatif. Seni itu pemajuan, dan pemajuan butuh proses,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pasuruan memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam.
“Pasuruan punya tiga unsur budaya besar: Arek, Pandalungan, dan Tengger. Ketiganya menjadi fondasi kuat dalam menciptakan karya seni yang berakar pada lokalitas tapi tetap terbuka terhadap pembaruan,” katanya.
Salah satu penampilan yang menyedot perhatian datang dari Dusun Nganggalng, RT 02 RW 01, yang menampilkan tarian dan kostum istimewa hasil karya warga setempat. Penampilan tersebut menjadi sorotan karena memadukan unsur tradisi dan modernitas secara harmonis.
Penyelenggaraan Carnival 2025 menjadi bukti bahwa kesenian di Pasuruan kini bukan sekadar pelengkap perayaan, melainkan ruang aktualisasi bagi masyarakat untuk mengekspresikan identitas lokalnya.
Setiap unsur kegiatan—dari koreografi, busana, hingga musik pengiring—dihadirkan dengan semangat gotong royong dan rasa bangga terhadap warisan budaya sendiri.
Dengan konsep yang terus diperbarui setiap tahun, karnaval ini diharapkan mampu menjadi agenda budaya tahunan berskala regional yang memperkuat citra Pasuruan sebagai salah satu pusat kreativitas seni di Jawa Timur. (bra/Ach)