Scroll untuk baca artikel
Example 320x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
DaerahNasionalPemerintahanPeristiwa

Penutupan Warkop Meiko dan Karaoke Dinilai Simbolik “Ketua GP3H Anjar Supriyanto Soroti Rusaknya Tata Kelola Desa”

17
×

Penutupan Warkop Meiko dan Karaoke Dinilai Simbolik “Ketua GP3H Anjar Supriyanto Soroti Rusaknya Tata Kelola Desa”

Sebarkan artikel ini
Ketua LSM GP3H Anjar Supriyanto
Example 468x60

Pasuruan, Swaralin.id – Polemik penutupan Warkop Meiko kembali menjadi sorotan setelah Ketua LSM GP3H, Anjar Supriyanto, mengkritik keras alasan moralitas yang dipakai aparat desa sebagai dasar kebijakan. Ia menyebut penutupan usaha kecil dengan dalih etika publik justru membuka dugaan persoalan yang lebih serius, mulai dari indikasi setoran bulanan hingga minimnya transparansi tata kelola desa.

Penutupan Warkop Meiko disebut dilakukan lantaran “mengganggu moralitas”. Namun Anjar menilai alasan tersebut tidak berdiri sendiri. Ia mengungkap adanya laporan warga mengenai dugaan setoran kepada oknum perangkat desa, yang menurutnya perlu diperiksa secara terbuka dan profesional.

“Jika benar ada setoran, maka penutupan ini tidak bisa hanya dilihat sebagai isu moral. Ada persoalan integritas yang jauh lebih serius,” kata Anjar saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu. (3/12/2025)

Baca Juga :  Pengedar Sabu di Prigen Di Bongkar Polisi Sita 30 Poket dan Telusuri Pemasok utama

Ia menilai argumen moralitas kerap menjadi dalih paling mudah untuk menindak usaha kecil. Namun ketika isu tersebut bersandingan dengan dugaan pungutan informal, muncul kontradiksi yang menurutnya sulit diabaikan.

“Usaha yang dituding tidak bermoral ditutup, tetapi dugaan praktik rente seolah dibiarkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Anjar juga menyoroti pendekatan aparat desa yang dinilai tidak seimbang. Menurutnya, warkop adalah ruang fisik yang mudah diawasi, sementara fenomena kerusakan moral justru lebih banyak terjadi di dunia digital mulai dari ujaran kebencian, pelecehan, hingga konten dewasa.

“Kalau moral dijadikan dasar kebijakan, mengapa yang paling merusak justru tidak disentuh?” kata dia.

Penutupan tempat karaoke di Desa Kelangkung juga dinilai mengikuti pola serupa. Anjar menyebut tidak ada penjelasan rinci mengenai dasar hukum, prosedur administrasi, maupun transparansi proses penertiban.

Baca Juga :  Pabrik Pengolahan Plastik PT BHD Terbakar, Warga Indah Kapuk Awalnya Cium Bau Mirip Kabel Gosong

“Konsistensi kebijakan itu penting. Jika penertiban dilakukan dengan alasan moral, maka seluruh ruang yang berpotensi melanggar moral harus ditertibkan secara adil, bukan selektif,” tegasnya.

Menurut Anjar, persoalan sebenarnya bukan pada warkop atau karaoke, melainkan tata kelola pemerintahan desa yang dinilai lemah dan tidak transparan. Ia menekankan bahwa pembenahan moral masyarakat harus dimulai dari struktur pemerintahan yang bersih.

“Menutup warkop tidak akan memperbaiki moral jika pemerintah desa sendiri tidak bersih dari praktik yang merusak kepercayaan publik,” katanya.

Ia menilai langkah penutupan hanya bersifat simbolik dan tidak menyentuh akar persoalan. Tantangan terbesar pemerintah desa, menurutnya, justru pembentukan ketahanan sosial melalui literasi digital yang hingga kini belum digarap serius.

Baca Juga :  Ops Zebra Semeru 2025, Polisi Tempel Stiker Teguran untuk Truk yang Parkir Liar di Bundaran Apollo Gempol

“Anak-anak bisa mengakses kekerasan, perjudian, dan pornografi dalam hitungan detik. Ini yang merusak moral, bukan warkop,” ujarnya.

Selain berpotensi menimbulkan kehilangan pendapatan warga, Anjar menyebut penertiban fisik justru dapat memicu tumbuhnya ekonomi bayangan dan menurunkan kepercayaan publik. Hingga kini, aparat desa yang diduga terlibat setoran belum memberikan klarifikasi. Pemerintah desa juga belum menjelaskan dasar hukum maupun kajian sosial-ekonomi yang melatarbelakangi keputusan penutupan.

Kasus Warkop Meiko dan karaoke Kelangkung, menurut Anjar, menjadi cermin benturan antara moralitas, ekonomi, dan kekuasaan di tingkat desa isu yang selama ini belum ditangani secara menyeluruh.

“Pertanyaannya tetap sama: apakah benar warkop merusak moral, atau moral rusak karena kita tidak berani melihat persoalan yang sesungguhnya,” ujar Anjar menutup pernyataannya. (ach) 

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *